View project Read more


Sebenarnya 2 kartun ini dan ada beberapa lagi yang lain untuk ikutan lomba Digital Media International Cartoonet Contest 2008. Penyelenggaranya irancartoon.com, cuma sayang sekali...seribu kali sayang nangih, saya telat ngirimnya. Jadi dipajang disini sajalah... (mohon maaf kalau penampilannya rada 'diganggu' proteksi 'hak milik' kenyit)


Sedikit cerita untuk kartun di atas, ini terjadi di dunia maya, dunia chat tepatnya. Di dunia maya itu memang kita harus berhati-hati dengan identitas. Pria bisa mengaku wanita dan juga sebaliknya. Yang jadi masalah kalau mau kopi darat...tak sesuai kenyataan.
2 comments
(Sumber gambar : http://bandung.panduanwisata.id)

Buat yang belum tau Baksil... Baksil itu singkatan dari Babakan Siliwangi, letaknya di kota Bandung.
Tak jauh dari Institut yang logonya ada gajahnya (kalau yang ini pasti tau kan ya...).

Sekarang ini warga Bandung lagi resah dan bersedih hati karena hutan kota Babakan Siliwangi akan dikonversi menjadi kawasan komersial. Duh...ada apa sih dengan pemimpin-pemimpin kota ini? Hutan kecil, dari sedikit area hijau yang masih ada mau dibabat. Mau jadi apa Bandung tercinta ini? Sudah jalanan macet, penuh sampah, panas...semakin eungap saja ntar Bandung ini.

Wahai...bapak-bapak pemimpin jangan hanya berpikir pendapatan dan keuntungan kota Bandung saja donk. Apa belum cukup mall yang bertebaran yang ada sekarang?

Wahai...urang Bandung, penduduk kota Bandung, kalau bapak-bapak pemimpin kita seperti itu kita jangan ikut-ikutan seperti itu ya. Jangan salahkan Pilkada yang sudah lewat. Nggak salah koq kita sudah memilih. Hayu atuh kita bergerak bersama, paling tidak kalau anda tidak setuju Babakan Siliwangi tinggal nama salurkan pendapat anda di petisi online Save Babakan Siliwangi

Wahai...simpatisan kota Bandung, dukung kita juga donk (kaya reality show aja...). Kan enak setiap Sabtu-Minggu anda berkunjung anda mendapatkan Bandung yang segar dan sejuk (walaupun kami ketiban macetnya..).

Wahai...para bloger sebarkan petisi ini ya. Mari bergerak bersama seperti bagjapatria.

Dan yang terakhir...jangan cuma berteriak euy... Bertindak walau kecil sekalipun ada gunanya. Salah satunya jangan buang sampah sembarangan lah. Suka sedih kalau lagi di jalan naik motor liat bungkus makanan atau teman-teman sejenisnya melayang dengan nyamannya dari jendela mobil atau angkot. Atau puntung rokok yang juga mendarat dengan mulus di aspal dari tangan teman-teman biker. Saya bukan aktifis lingkungan hidup, saya sedih kalau Bandung dianugrahi julukan 'kota sampah'.

Nggak perlu demo-demoan, cukup dengan memasukkan bungkus makanan, puntung rokok dan teman-teman sejenisnya itu pada tempatnya.

Gampang kan.
6 comments
Yang diatas ini juga kutipan. Diambil dari...tuh, alamatnya ada tercantum.

Asli kutipan, tapi isinya menarik, mengajak kita untuk menulis. Manfaatnya ternyata banyak. Nggak nyangka. Kalau begitu ayo ngeblog, ngeblog kan menulis juga. Asyiknya ngeblog ya begitulah asyiknya menulis.


AYO MENULIS

"Orang yang memiliki kebiasaan menulis memiliki kondisi mental lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukannya."
-- James Pennebaker, Ph.D., dan Janet Seagal, Ph.D., University of Texas, Austin, dalam Journal of Clinical Psychology.

"AYO BELAJAR!", begitulah perintah orang tua terhadap anaknya ketika sang anak ketahuan sedang asyik menonton televisi atau bermain game.
Kalimat generik dari orang tua mana pun, bahkan hal serupa pernah kita alami ketika kita masih kanak-kanak. Namun, rasanya kita jarang mendengar atau bahkan tak pernah ada orang tua yang menyuruh anaknya untuk menulis?
"Ayo menulis!", pernahkah Anda mendengarnya?


Betul, menulis. Tak lazim memang perintah itu. Bagi anak-anak yang masih terbatas kemampuan menulisnya pasti akan mendelik. "BT ah" mungkin kalimat itu yang akan keluar dari mulutnya. Lagi pula, jangankan anak-anak, orang dewasa pun pasti akan kesulitan untuk
diberi perintah seperti itu.

Menulis?

Betul, menulis. Sederet kalimat akan meluncur. Bila semua orang bisa menulis, tentu negeri ini akan penuh dengan karya sastra. Mungkin juga sastra tidak akan ada lagi, kalau semua orang bisa menulis, apalagi dengan kalimat yang indah dan berirama layaknya pujangga.
Menulis memerlukan keterampilan tersendiri.
Benarkah demikian?


Tidak juga sebenarnya. Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kegiatan tulis-menulis, bahkan secara menyenangkan. Tak ada keterampilan atau keahlian khusus dalam menulis. Anda mungkin mengenal nama Rachmania Arunita. Dia adalah perempuan muda pengarang novel remaja best seller, `Eiffel, I'm in Love'. Rachma mengaku pada awalnya tidak suka menulis. Tapi ketika guru bahasa Prancis mewajibkan murid-muridnya untuk membuat sebuah karangan, dia mulai ketagihan menulis. Rachma berkisah, awalnya ia sering melakukan plagiat alias menjiplak tapi ketahuan. Rachma pun kena omel dan dihukum untuk membuat PR mengarang. Tak diduga, hasil karangannya mendapat acungan jempol gurunya bahkan dipuji di depan kelas. Mulai dari situ Rachma pun ketagihan menulis hingga akhirnya ia menelurkan novelnya yang ternyata meledak di pasaran. Bahkan kemudian diangkat dalam film dengan judul yang sama.

Persoalan lain yang kerap mengganggu proses menulis adalah soal mood. Lainnya? Fasilitasnya tidak tersedia dengan lengkap, seperti komputer, laptop atau lainnya. Ah, itu sih alasan klasik. Lihatlah Agatha Christie, pengarang novel misteri terkenal. Anda mungkin bisa membayangkan susahnya orang menulis saat itu, di zaman tahun 1920-1930an. Namun dengan segala keterbatasan peralatan, lahir novel-novel berkelas dunia dari Agatha Christie, Ngaio Marsh, Sir Arthur Conan Doyle dan seabreg pengarang top lainnya.

Jadi sesungguhnya yang paling penting untuk menulis ialah niat dari awalnya. Kesungguhan tanpa dimulai dengan niat pada awalnya, tentu tak akan terlaksana dengan baik. Orang bijak bilang bahwa cara yang paling sederhana untuk menumpahkan isi hati dan pikiran adalah dengan menulis, karena bila tidak, ia seperti sebuah saluran, suatu saat tersumbat dan meledak.

Seorang wanita bernama Dewi Hermayanti dalam suatu milis menceritakan unek-uneknya.
Dewi mengatakan, "Kadang-kadang perlu
rasanya untuk mengeluarkan apa yang ada di hati lewat tulisan. Apalagi rasanya sudah menyesak di dada. Cuma apa yang harus ditulis, bingung tidak tahu mau nulis apa, tapi rasanya memang perlu menulis. Aneh memang. Tapi begitulah, Andai saja otak kita punya tombol print mungkin gampang saja mengeluarkan isi otak kita. Tinggal pencet print terus select subject, langsung keluar deh apa yang mau kita ungkapkan dalam tulisan. Sayang, otak kita cuma bisa memerintah si tangan untuk bergerak sesuai yang diperintahkan."

Terkesan dengan unek-unek tersebut, Pak Hernowo dari Penerbit Mizan, menanggapi posting Ibu Dewi. Dia pernah melakukan studi kecil-kecilan tentang kegiatan menulis. Selama melakukan studi itu, nah ini yang penting, ia kemudian bertemu dengan Psikolog Pennebaker yang menganggap menulis dapat mengatasi depresi. Menulis itu dapat menyehatkan tubuh dan jiwa. Pennebaker meniru tradisi confession dalam agama Katolik dan menerapkannya pada pembuatan catatan harian.
Bahkan seorang penulis kondang, Fatima Mernissi, juga bilang bahwa menulis setiap hari dapat mengencangkan kulit wajah. Hernowo pun bercerita bahwa ia bertemu dengan ahli linguistik bernama Dr. Stephen D. Krashen. Penelitiannya menunjukkan bahwa menulis dapat memecahkan problem-problem diri. Katanya, menulis itu menata pikiran.
Jadi, kalau kita dapat menata problem kita, bisa jadi
problem kita bisa hilang. Dan dia juga membuktikan bahwa menulis dan membaca itu tidak dapat dipisahkan. Membaca itu memasukkan, dan menulis itu mengeluarkan. Demikian Hernowo menjelaskan dalam postingnya.

Keampuhan menulis tidak saja dialami Hernowo dalam penelitian kecil-kecilannya itu. Dari seberang sana, tepatnya di Amerika Serikat, Joshua M. Smyth, psikolog dari Syracuse University lebih jauh lagi menyatakan menulis dapat menghasilkan perubahan pada sistem imunitas dan hormonal dalam merespons beban stres, dan meningkatkan hubungan dan kemampuan kita menghadapi stres.

Contohnya, ada juga. Dia adalah Debra Van Wert, 44 tahun, dari Rochester, New York, setelah menderita Pre-Menstrual Syndrome (PMS) atau sindrom menjelang menstruasi selama lebih dari satu dekade, Debra mulai mencatat gejala-gejala yang dialami tubuhnya. Debra mengatakan, "Dengan membuat catatan, saya dapat mengantisipasi fase-fase hormonal dan mengidentifikasi minggu kapan saya berada pada kondisi paling fit dan paling buruk."

Kegiatan menulis tidaklah dimaksudkan untuk menjadi sastrawan besar, tapi paling tidak punya manfaat bagi kesehatan. Sebagaimana dikutip dari Majalah Reader Digest Indonesia, April 2005, berikut adalah sejumlah keuntungan dari menulis:

MENGURANGI BERAT BADAN.
Para peneliti dari Women's Health
Initiative menarik kesimpulan bahwa catatan harian tentang makanan yang dikonsumsi membantu menimbulkan kesadaran tentang konsumsi kalori dan asupan lemak. Dan jika Anda mengetahui seberapa banyak yang telah dilahap, akan lebih mudah menguranginya.

MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR.
Ilmuwan di Temple University menemukan
bahwa wanita yang menuliskan pengalaman traumatisnya – seperti pemerkosaan atau kecelakaan lalu lintas yang parah - ternyata jarang
mengalami sakit kepala, susah tidur, dan gejala depresi dibandingkan mereka yang tidak mau menuliskannya.

MELAWAN PENYAKIT.
Berdasarkan sebuah penelitian pada tahun 2002 di
Ben-Gurion University, Israel, disimpulkan bahwa mereka yang menuliskan sebuah kejadian yang menjadi beban pikiran, akan mengurangi frekuensi kunjungan mereka ke klinik pengobatan selama l5 bulan ke depan.

MENGURANGI STRES.
Sebuah studi di Chicago Medical School menemukan
bahwa ketika penderita kanker yang kurang diperhatikan keluarganya menuliskan tentang penyakit yang diderita selama 20 menit setiap hari, mereka jadi jarang mengalami stres selama enam bulan berikutnya.

Nah, mengapa Anda tidak menyiapkan pulpen dan kertas untuk mulai menulis sejak sekarang. Karena ternyata menulis bukan hanya menyenangkan, tapi juga menyehatkan lahir dan batin. Bahkan bisa jadi Anda dapat menangguk untung karenanya. Dan, jangan lupa, bila suatu saat Anda sakit, setidaknya satu resep sudah di tangan: "menulis". Ini bukan sekedar lelucon. Penelitian telah membuktikannya. So, tunggu apa lagi? Ayo Menulis!

Sumber: "Ayo Menulis!" oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta.
8 comments